Rabu, 02 Maret 2011

Hadroh di dalam Masjid??

Berikut penjelasan dari Al-Habib Munzir bin Fuad Al-Musawa tentang melaksanakan kesenian hadroh di dalam masjid diambil dari website www.majelisrasulullah.org:

mengenai masalah hadroh, sebaiknya anda perjelas bukan dg niat mengajari, tapi sampaikan salam saya pada para kyai disana, salam takdhim saya pada para ulama disana yg sudah saya anggap ayahanda saya sendiri, sekedar sharing, penjelasan dibawah ini memperjelas hukum hadroh di masjid, saya tampilkan kembali jawaban saya ketika ditanya tentang hukum hadroh di masjid

Didalam madzhab syafii bahwa Dufuf (rebana/hadroh) hukumnya Mubah secara Mutlak (Faidhulqadir juz 1 hal 11),

diriwayatkan pula bahwa para sahabat memukul rebana menyambut Rasulullah saw disuatu acara pernikahan, dan Rasul saw mendengarkan syair mereka dan pukulan rebana mereka, hingga mereka berkata : bersama kami seorang nabi yg mengetahui apa yg akan terjadi”, maka Rasul saw bersabda : “Tinggalkan kalimat itu, dan ucapkan apa apa yg sebelumnya telah kau ucapkan”. (shahih Bukhari hadits no.4852),
Rasul saw tak melarang hadrohnya, bahkan memerintahkan untuk diteruskan..,

dalil jelas sudah, bahwa hadroh adalah sunnah, karena yg disebut sunnah adalah hal yg dianjurkan oleh Rasul saw, dan hal yg dilakukan oleh sahabat lalu tidak dilarang oleh Rasul saw, maka hal itu adalah sunnah

juga diriwayatkan bahwa rebana/hadroh dimainkan saat hari asyura di Madinah dimasa para sahabat radhiyallahu ‘anhum (sunan Ibn Majah hadits no.1897)

Dijelaskan oleh Al Hafidh Al Imam Ibn Hajar bahwa Duff (rebana) dan nyanyian pada pernikahan diperbolehkan walaupun merupakan hal lahwun (laheun = hal yg melupakan dari Allah), namun dalam pernikahan hal ini (walau lahwun) diperbolehkan (keringanan syariah karena kegembiraan saat nikah), selama tak keluar dari batas batas mubah, demikian sebagian pendapat ulama (Fathul Baari Almasyhur Juz 9 hal 203)

Menunjukkan bahwa yg dipermasalahkan mengenai pelarangan rebana adalah karena hal yg Lahwun (melupakan dari Allah), namun bukan berarti semua rebana haram karena Rasul saw memperbolehkannya, bahkan dijelaskan dg Nash Shahih dari Shahih Bukhari, namun ketika mulai makna syairnya menyimpang dan melupakan dari Allah swt maka Rasul saw melarangnya,

pembahasan tentang larangan rebana itu adalah seputar hukum rebana untuk gembira atas akad nikah dg lagu yg melupakan dari Dzikrullah, tidak sepantasnya lahwun di dalam masjid.

Berbeda dengan rebana dalam maulid, karena isi syairnya adalah shalawat, pujian pada Allah dan Rasul Nya saw, maka hal ini tentunya tak ada perbedaan pendapat padanya, karena khilaf adalah pada lagu yg membawa lahwun.

sebagaimana juga syair yg jelas jelas dilarang oleh Rasul saw untuk dilantunkan di masjid, karena membuat orang lupa dari Allah dan masjid adalah tempat dzikrullah, namun justru syair pujian atas Rasul saw diperbolehkan oleh Rasul saw di masjid, demikian dijelaskan dalam beberapa hadits shahih dalam shahih Bukhari, bahkan Rasul saw menyukainya dan mendoakan Hassan bin Tsabit ray g melantunkan syair di masjid, tentunya syair yg memuji Allah dan Rasul Nya. (shahih Bukhari hadits no.442) dan banyak lagi riwayat shahih tentang syair di masjid

mengenai pengingkaran yg muncul mestilah dilihat pada tahqiqnya, karena tahqiq dalam masalah ini adalah tujuannya, sebab alatnya telah dimainkan dihadapan Rasulullah saw yg bila alat itu merupakan hal yg haram mestilah Rasul saw telah mengharamkannya tanpa membedakan ia membawa manfaat atau tidak, membawa lahwun atau tidak,

namun Rasul saw tidak melarangnya, dan larangan Rasul saw baru muncul pada saat syairnya mulai menyimpang, maka jelaslah bahwa hakikat pelarangannya adalah pada tujuannya.

Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu, semoga sukses dg segala cita cita,

Wallahu a'lam

1 komentar:

  1. Assalamu'alaikum . . .
    akü jadi semakin semangat untuk mengikuti tim hadroh di masjid dket rumahku, thanks ya
    nie artikel sangat bermanfaat...

    BalasHapus